16 Mei 1945
Dilaksanakan Kongres Pemuda Seluruh Jawa di Kota Bandung, membahas tentang upaya persiapan Proklamasi Kemerdekaan, yang bukan merupakan hadiah dari Jepang.
11 – 12 Agustus 1945
Penguasa Jepang memerintahkan agar seluruh radio menghentikan operasional siarannya. Tentara Jepang bahkan mengunci pintu-pintu studio, mencabut lampu-lampu pemancar dan peralatan penting lainnya. Kunci beserta lampu-lampu tersebut kemudian mereka rampas, sehingga pemancar tidak berfungsi.
Namun R.A. Darya dan Sakti Alamsyah yang didukung puluhan pemuda radio, berhasil merebut kembali barang-barang yang disita. Para tentara Jepang bahkan segera pergi meninggalkan studio.
14 Agustus 1945
Setelah berita Jepang menyerah kepada Sekutu terpantau, para pemuda Bandung bersatu merebut radio siaran milik Jepang untuk dijadikan alat siaran dalam melanjutkan perjuangan kemerdekaan.
15 Agustus 1945
Radio Bandung (Bandung Hosyokyoku) membangkang dan baru menghentikan siaran, meski pemerintah Jepang sudah menginstruksikan penghentian siaran sejak 11 Agustus 1945.
16 Agustus 1945
Para pemuda yang bekerja di stasiun Radio Hosyokyoku di Bandung mendapatkan permintaan untuk mengirimkan dua orang teknisinya ke Jakarta untuk kepentingan pembacaan Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Tugas teknisi ini adalah menyadapa suara Bung Karno kemudian meneruskannya ke Radio Bandung melalui telefon untuk disebarluaskan.
17 Agustus 1945
Pagi hari
Sakti Alamsyah, R.A. Darya, dan Sam Kawengke menghadap para pimpinan Hosokyoku, yang didampingi sejumlah tentara Jepang. Dengan sopan ketiga pemuda ini meminta kepada pihak Jepang agar studio diserahkan kepada Indonesia.
Tiba-tiba terdengar letusan senjata api. Ternyata salah seorang anggota pemuda radio menembak tentara Jepang yang berupaya melawan. Peristiwa ini menciutkan hati Jepang. Mereka kemudian meyerahkan kunci-kunci dan peralatan penyiaran yang semula disita dan pergi meninggalkan studio.
Saat Proklamasi
Usaha penyadapan gagal akibat ketatnya penjagaan dan diputusnya saluran telefon oleh tentara Jepang.
Versi 1
Kepala Siaran Radio Jakarta, Muin yang memiliki naskah proklamasi dari Adam Malik (pimpinan Antara) mengambil inisiatif untuk mengirimkan teks proklamasi ke Radio Siaran Bandung melalui kurir, yang kemudian diketahui bernama Mohammad Adam (sahabat Adam Malik).
Pukul 17.00 waktu Jawa saat itu, teks proklamasi diterima oleh R.A. Darja sebagai pimpinan siaran Radio Bandung. Pada saat yang sama, Radio Jakarta berhasil menyiarkan teks proklamasi kemerdekaan tetapi dengan pemancar kecil.
Pada pukul 19.00 waktu Jawa saat itu, R.A. Darja berhasil mengudara dan mengumandangkan kata-kata, “Di sini Bandung, siaran Radio Republik Indonesia.” Di sela-sela siaran terdengar lagu tradisional Sunda yaitu degung ladrak dan kesenian lengser. Kemudian pemuda Sakti Alamsyah membacakan naskah proklamasi.
Berita proklamasi Kemerdekaan dibacakan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, kemudian disiarkan kembali pukul 20.00, 21.00, dan 22.00 waktu Jawa. (Sumber: Dokumentasi RRI Bandung).
Versi 2
Sore hari, kedua teknisi dari Jakarta (Sukiyun dan Mislan) tiba di Bandung dan melaporkan bahwa Jepang telah menduduki studio sehingga tidak mungkin untuk menerobos dan menyiarkan berita proklamasi.
Kantor Berita Domei di Bandung menerima kawat berisi teks proklamasi yang kemudian oleh para pegawai kantor berita itu dimuat di dalam bulletin berita Domei.
Sebelum surat kabar Tjahaja sempat memuat berita proklamasi, pihak Jepang telah membuat larangan penyebarluasan berita proklamasi di surat kabar.
Wartawan surat kabar Tjahaja menempuh cara lain, yakni menuliskan berita proklamasi kemerdekaan di papan tulis, lalu dipancangkan di depan kantor.
Pengumuman surat kabar Tjahaja dibaca oleh masyarakat yang melewati gedung kantor dan meneruskan berita tersebut ke kahalayak ramai.
Setelah pemuda Hosyokyoku berhasil menemukan berita proklamasi dari bulletin Domei, penyiar saat itu, Sakti Alamsyah dan rekan-rekannya antara lain, Hasyim Rachman, Sofyan Djunaidi, Sam Amir, Abdul Razak, Odas Sumadilaga, Sutarno Brotokusumo, dan R.A. Darja bertekad akan menyiarkan proklamasi kemerdekaan.
Pada 19.00 waktu Jawa saat itu, dengan menggunakan panggilan Radio Republik Indonesia (RRI), berita proklamasi kemerdekaan dibacakan oleh Sakti Alamsyah dan rekan-rekan dalam bahasa Inggris. Kemudian disiarkan kembali pukul 20.00, 21.00, dan 22.00 waktu Jawa.
Penggunaan nama Radio Republk Indonesia menggantikan nama Bandung Hosyokyoku adalah yang pertama kali dilakukan di Indonesia.
Pembacaan proklamasi kemerdekaan dari RRI Bandung terdengar hingga Amerika Serikat. Diduga dunia internasional pun mendengar berita ini, karena seorang warga Indonesia yang berada di Arab Saudi menyatakan mendegar siaran Radio Bandung.
Beberapa pemuda pegawai RRI Bandung kemudian menyiarkan berita proklamasi dengan berkeliling menggunakan mobil di Bandung dan Cimahi. Mereka membawa senjata untuk menghadapi segala kemungkinan.
Ketika berkeliling di Bandung Utara, mereka dilempari batu oleh pemuda-pemuda Indo-Belanda yang baru keluar dari interniran. Namun kejadian ini tidak berdampak jauh dan para pemuda RRI yang tidak membalas. (Sumber: Saya Pilih Mengungsi, Pengorbanan Rakyat Bandung untuk Kedaulatan. 2002)
18 Agustus 1945
Pukul 9.00 waktu Jawa saat itu, RRI Bandung didatangani satu truk pasukan Jepang menangkapi pegawai RRI yang berada di kantor. Namun karena tidak semua pegawai yang ditangkap, siaran RRI dapat dilanjutkan pada malam harinya.
Penyiar RRI Bandung yang bernama Odas Sumadilaga, membaca teks proklamasi kemerdekaan RI pada hari kedua di Radio Bandung

29 Agustus 1945
KNI Kota Bandung dibentuk dan berfungsi mendampingi Wali Kota RA. Atmadinata menjalankan roda peemrintahan.
15 September 1945
Untuk mengkoordinasikan badan-badan perjuangan yang marak dibentuk di Bandung pada awal revolusi, dibentuklah Madjelis Dewan Perdjoangan Priangan (MDPP) yang bermarkas di gedung HIS Pasundan (Jalan Kabupaten)
September-Oktober 1945
Para pemuda pejuang di Bandung melancarkan aksi merebut senjata Jepang. Biasanya hal ini diawali dengan perundingan, untuk mencegah jatuhnya korban. Namun, jika tidak berhasil maka para pemuda akan merebut dengan bersenjatakan apa saja. Pertempuran yang terjadi kerap disebabkan oleh kecelakaan atau salah paham.
Oktober 1945
Terjadi insiden penyobekan bendera di Gedung DENIS atau De Eerste Nederlands-Indische Spaarkas en Hypotheekbank (sekarang Bank Jabar) yang terletak di Jalan Braga. Aksi ini dilakukan oleh dua orang pemuda yang bernama Mulyono dan Endang Karmas.
4 Oktober 1945
Terjadi perundingan rahasia antara Mayjen Mabuchi dan Residen Priangan R. Puradiredja mengenai pengalihan senjata dari Jepang kepada BKR. Perundingan rahasia ini dinilai sebagai siasat mengulur waktu dari pihak Jepang untuk menunggu kedatangan pasukan Sekutu.
9 Oktober 1945
Pemuda Indonesia menyerbu ACW di Kiaracondong. Insiden ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap perundingan rahasia antara tentara Jepang dan Residen Priangan saat itu.
10 Oktober 1945
Jenderal Mabuchi memerintahkan tentara Jepang agar menarik kembali senjata yang telah beredar di dalam kota. Tentara Jepang begerak dengan kendaraan lapis baja menyerang berbagai tempat penting di Kota Bandung yang dikuasai para pejuang. Jepang benar-benar mengamuk dan melakukan razia senjata api di dalam kota.
12 Oktober 1945
Wali Kota Bandung Atmadinata mengadakan balas dendam kepada Jepang dengan mempersiapkan pasukan perjuangan. Objek yang akan diserang adalah Jaarbeurs (Markas Kodiklat TNI sekarang), Andir, dan markas Jepang di Tegallega.
15 Oktober 1945
Brigade Mac Donald, bagian dari Divisi ke-23 datang ke Bandung. Sejak kedatangan tentara Inggris ini, sifat pertempuran bergeser dari perebutan senjata menjadi mempertahankan kedaulatan wilayah RI di Bandung. Konflik bersenjata ini meluas dan melibatkan tentara Inggris yang melindungi NICA (Netherlands Indie Civil Administration).
26 November 1945
Pimpinan Tentara Inggris di Kota Bandung, Brigjen MacDonald memerintahkan agar barikade dibersihkan dari jalan-jalan. Jenderal ini mengancam jika hingga pukul 12.00 para pejuang tidak membersihkan barikade, pasukan Inggris sendiri yang akan membersihkannya. Ada pejuang yang menaati perintah tersebut da nada yang membangkang.
Pukul 12.15 waktu Jawa saat itu, terjadi tembak menembak antara pasukan Inggris dan para pejuang.
27 November 1945
Brigjen MacDonald mengultimatum penduduk pribumi di Bandung Utara, dengan batas rel kereta api, harus pindah ke selatan.
28 November 1945
Sarang pejuang di sekitar daerah Haurpancuh, Cihaurgeulis, Sekeloa, Sadangsaip, dan Sadang Serang digempur habis-habisan. Namun para pejuang tetap melawan sekuat tenaga.
29 November 1945
Menjadi batas waktu ultimatum bagi penduduk pribumi untuk mengungsi. Jika ada yang melanggar akan ditangkap dan pejuang bersenjata akan ditembak mati.
Ternyata hanya sedikit penduduk pribumi yang mengungsi ke selatan dan hal ini memicu kemarahan Inggris.
Inggris menyerang pemukiman para pejuang dengan membabi buta, termasuk rumah-rumah penduduk dan rumah perawatan orang buta.
2 Desember 1945
Sekitar pukul 10.00 waktu Jawa saat itu, Inggris berencana membebaskan penduduk interniran di daerah Lengkong. Inggris yang tidak mempercayai pejuang Bandung mengerahkan ersenjataan berat ke daerah Lengkong dan mengakibatkan terjadinya pertempuran besar.
6 Desember 1945
Sekitar pukul 7.00 pasukan gabungan Inggris kembali melakukan serangan dari darat dan udara ke daerah Lengkong pada 6 Desember 1945. Pertempuran meluas sampai ke daerah Pungkur, Pasundan dan Tegallega. Tempat lain yang menjadi sasaran serbuan tentara Inggris adalah Cicadas. Korban yang tercatat dari pihak RI, yaitu 119 orang meninggal dunia, 82 luka berat dan 159 luka ringan.
14 Desember 1945
Madjelis Dewan Perdjoangan Priangan (MDPP) berubah nama menjadi Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3).
Terjadi lagi sebuah serbuan besar-besaran oleh pasukan Inggris ke daerah Cicadas. Serbuan diawali dengan menghancurkan bangunan dan toko-toko. Selang beberapa jam, pasukan tank Inggris bergerak dan mengarahkan moncongnya kepada para pejuang. Serangan ini mengakibatkan banyak sekali korban terutama penduduk sipil.